AI Kini Jadi Standar Baru Pengalaman Pelanggan di Asia Pasifik

Perilaku Pelanggan di Asia Pasifik yang Mengubah Dunia Bisnis

Di kawasan Asia Pasifik, kebiasaan masyarakat dalam menggunakan teknologi telah mengalami perubahan signifikan. Kehadiran berbagai aplikasi pesan seperti WhatsApp, LINE, WeChat, KakaoTalk, Zalo, dan Viber telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka tidak lagi terpaku pada satu platform, tetapi lebih sering beralih antar aplikasi dalam satu percakapan. Hal ini menuntut brand untuk merespons dengan cepat, relevan, dan tanpa jeda.

Pada tahun 2023, penetrasi seluler di kawasan ini sudah mencapai tingkat mobile-saturated. Di beberapa negara, angkanya bahkan melampaui 100%. Contohnya, Hong Kong mencapai 264%, Singapura 150%, Taiwan 145%, Jepang dan Korea Selatan 140%, Malaysia 130%, hingga Tiongkok 110%. Bahkan di pasar berkembang seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India, angka ini juga melebihi 110%.

Tantangan yang Dihadapi Bisnis

Meskipun pelanggan semakin terbiasa dengan penggunaan teknologi, banyak bisnis masih tertinggal dalam menghadapi tantangan ini. Laporan Infobip–IDC menunjukkan bahwa 43% perusahaan di Asia Pasifik mengakui peningkatan pengalaman pelanggan sebagai tantangan utama. Faktor-faktor seperti data yang terfragmentasi, strategi antar-channel yang tidak terhubung, serta biaya tinggi untuk layanan 24 jam di berbagai negara dengan bahasa dan regulasi berbeda menjadi hambatan utama.

Solusi Teknologi AI Generasi Baru

Laporan tersebut menilai bahwa solusi ada pada teknologi AI generasi baru, termasuk generative AI, agentic AI, dan conversational AI. Teknologi ini mampu menyederhanakan operasional sekaligus memberikan pengalaman pelanggan real-time di setiap titik interaksi.

Nikhil Batra, Senior Research Director IDC Asia Pasifik, menjelaskan bahwa diskusi tentang AI di Asia Pasifik kini bergeser dari ‘perlu atau tidak’ menjadi ‘seberapa cepat dan luas penerapannya’. Pelanggan kini menuntut kepuasan instan yang tidak bisa dipenuhi model tradisional.

“Persaingan bukan lagi soal punya AI, tetapi bagaimana brand mengombinasikan teknologi canggih untuk memberikan pengalaman proaktif dan hubungan jangka panjang,” ujarnya.

Peran AI dalam Pengalaman Pelanggan

Velid Begovic, VP Revenue APAC Infobip, menekankan bahwa pelanggan Asia Pasifik hidup dalam budaya zero-wait. Mereka tidak mau menunggu, dialihkan, atau mengulang informasi. Menurutnya, chatbot sederhana tanpa riwayat pelanggan jelas tidak cukup. AI bukan lagi eksperimen, melainkan penggerak utama customer experience.

IDC memprediksi bahwa pada 2028, transaksi pelanggan melalui agen AI di Asia Pasifik akan menembus US$32 miliar. Agen ini mampu otomatis mencari, memilih, dan memutuskan pembelian barang maupun jasa. Untuk menangkap peluang tersebut, investasi perusahaan diperkirakan melampaui US$30 miliar pada 2027 untuk membangun infrastruktur dan platform AI.

Pertumbuhan Belanja AI di Asia Pasifik

Belanja AI untuk layanan pelanggan dan pemasaran di kawasan ini tumbuh dengan CAGR 35% hingga 2029. Pada 2028, 40% brand B2C menengah diproyeksikan memanfaatkan agen AI untuk menghadirkan layanan eksklusif yang sebelumnya hanya ditawarkan ke pelanggan premium.

Begovic menambahkan bahwa generative AI juga bisa menyusun pesan personal dengan bahasa dan nuansa budaya yang tepat. Tantangan utama adalah bagaimana mengubah potensi tersebut menjadi nyata lewat dukungan infrastruktur dan keahlian lokal demi menghadirkan keterlibatan pelanggan 24/7 sebagai keunggulan bisnis.

Fenomena Cart Abandonment di E-Commerce

Kukuh Prayogi, Business Lead Infobip Indonesia, menyoroti fenomena cart abandonment di e-commerce. Konsumen sering menaruh produk ke keranjang tanpa segera menyelesaikan transaksi. Di AS, perilaku ini diperkirakan menimbulkan kerugian hingga US$18 miliar per tahun. Menurutnya, chatbot berbasis AI justru dapat mengubah momen tersebut menjadi peluang dengan membantu konsumen mengambil keputusan pembelian.

Ia menegaskan bahwa masyarakat Indonesia relatif cepat beradaptasi dengan teknologi baru, termasuk AI. Tantangan utamanya kini bukan lagi soal kesiapan pelanggan, melainkan seberapa cepat bisnis mampu mengintegrasikannya untuk mendorong pertumbuhan.

Exit mobile version