Pengguna QRIS Melebihi Kartu Kredit, Airlangga Sebut Banyak ‘Operator’ Kelelahan



JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa penggunaan sistem pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) terus meningkat pesat. Bahkan, jumlah pengguna QRIS kini melebihi penggunaan kartu kredit di Indonesia.

Airlangga menilai bahwa perkembangan ini telah memicu kecemasan dari para “operator” dalam industri. Meski begitu, ia tidak secara spesifik menjelaskan siapa yang dimaksud dengan operator tersebut. Ia mengatakan bahwa QRIS telah melampaui penggunaan kartu kredit, sehingga berbagai pihak mulai merasa khawatir.

“QRIS rupanya menyalip penggunaan kartu kredit, makanya berbagai operator mulai jengah melihat bagaimana kita bisa bergerak cepat dan jumlah pengguna QRIS sudah 56 juta,” ujar Airlangga dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Berdasarkan data Statistik Sistem Pembayaran dan Infrastruktur Pasar Keuangan (SPIP) Bank Indonesia, volume transaksi kartu kredit pada bulan keempat tahun ini mencapai 40,67 juta transaksi. Sementara itu, jumlah kartu kredit tercatat sebanyak 18,68 juta per April 2025.

Airlangga menjelaskan bahwa otoritas terus berupaya memperkuat perekonomian dan nilai tukar rupiah. Untuk mendukung hal tersebut, Indonesia bekerja sama dengan sejumlah negara lain agar QRIS dapat digunakan di Malaysia, Thailand, Jepang, Tiongkok, Korea, dan United Arab Emirates.

“Jadi kita mempunyai resilience [ketahanan]. Jadi jangan khawatir di bidang digital itu kita kalah, kita di digital ini sangat menguasai,” klaimnya.

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$150 miliar. Menurutnya, perkembangan ekonomi digital yang pesat di Indonesia turut mendorong bisnis logistik dan warehouse yang tumbuh 8% atau di atas pertumbuhan ekonomi (5,12% pada kuartal II/2025).

Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat (AS) sempat menyoroti penerapan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Mereka menganggap sistem pembayaran itu sedikit banyak merugikan AS. Sorotan tersebut tercantum dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025, yang terbit pada akhir Maret lalu atau beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal.

Dokumen NTE menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan AS termasuk penyedia pembayaran dan bank, menyatakan keprihatinan bahwa selama proses pembuatan Peraturan Bank Indonesia No. 21/2019 yang menetapkan QRIS untuk semua pembayaran yang menggunakan kode QR di Indonesia.

Dokumen menyebutkan para pemangku kepentingan internasional tidak diberitahu tentang sifat dari potensi perubahan atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka tentang sistem semacam itu, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi dengan sistem pembayaran yang ada.

Sementara pada Mei 2023, BI mengamanatkan agar kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN dan mewajibkan penggunaan dan penerbitan kartu kredit pemerintah daerah.

“Perusahaan-perusahaan pembayaran AS khawatir bahwa kebijakan baru ini akan membatasi akses terhadap penggunaan opsi pembayaran elektronik AS,” tulis dokumen NTE tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Back to top button
Close

Adblock Terdeteksi

LidahTekno.com didukung oleh iklan Google Adsense untuk menyediakan konten bagi Anda.Mohon pertimbangkan untuk menonaktifkan AdBlocker atau menambahkan kami ke dalam whitelist Anda agar kami dapat terus memberikan informasi dan tips teknologi terbaik.Terima kasih atas dukungan Anda!