Perusahaan Media Sosial Kembali Mengurangi Tim Moderasi Konten
Sejumlah perusahaan media sosial terkemuka kembali mengambil langkah untuk memangkas jumlah karyawan di tim moderasi konten. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari strategi perusahaan dalam beralih ke penggunaan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). TikTok, salah satu platform yang sedang mengalami perubahan besar, dilaporkan telah memangkas ratusan karyawan dari tim tersebut.
Langkah ini sejalan dengan tren yang dilakukan oleh perusahaan lain seperti Meta dan X milik Elon Musk. Meta juga telah mengurangi jumlah karyawan moderasi konten dan beralih ke sistem berbasis komunitas. Sementara itu, X kini memiliki tim moderasi konten yang jauh lebih kecil dibandingkan masa Twitter. Menurut laporan The Wall Street Journal, kebijakan TikTok terutama memengaruhi anggota tim moderasi konten yang berjumlah 2.500 orang, yang berbasis di Inggris.
Selain itu, karyawan moderasi konten dari Asia Selatan dan Asia Tenggara juga diperkirakan terkena dampak dari pengurangan ini. Meski jumlah pastinya belum diungkapkan, TikTok menyatakan bahwa lebih dari 85% konten yang dihapus karena melanggar pedoman komunitas sudah diidentifikasi dan diturunkan oleh AI. Ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan teknologi otomatis.
TikTok tidak hanya sekali ini melakukan pemangkasan pada tim moderasi konten. Pada akhir tahun 2024, perusahaan mem-PHK sekitar 500 karyawan di Malaysia. Di Juli lalu, serikat pekerja ver.di menyebut sekitar 150 pegawai di kantor TikTok Berlin, Jerman juga akan digantikan oleh AI.
Saat ini, alasan TikTok memilih untuk mengurangi tim moderasi konten di Inggris masih belum jelas. Namun, keputusan ini muncul tepat setelah Online Safety Act mulai berlaku bulan lalu. Regulasi ini mengatur platform daring yang beroperasi di Inggris dapat dikenakan denda hingga 10% dari omzet global atau sebesar £18 juta (sekitar Rp294,3 miliar).
Di sisi lain, Financial Times (FT) mencatat bahwa pemangkasan tenaga kerja dilakukan hanya sepekan sebelum para pegawai di London menggelar pemungutan suara terkait rencana pembentukan serikat pekerja. Menurut sumber internal perusahaan, rencana ini sering mendapat penolakan dari manajemen.
Juru bicara resmi TikTok kepada FT menyatakan bahwa pihaknya terus melanjutkan reorganisasi yang dimulai sejak tahun lalu. Tujuan utamanya adalah memperkuat model operasional global Trust and Safety. “Termasuk dengan memusatkan operasi di lebih sedikit lokasi agar lebih efektif dan cepat, sambil memanfaatkan kemajuan teknologi,” kata juru bicara tersebut.
Namun, John Chadfield, pengurus nasional di Communication Workers Union, menilai bahwa langkah TikTok menunjukkan niat perusahaan untuk menghilangkan peran moderator manusia. “Mereka ingin semuanya ditangani AI. AI membuat mereka terlihat pintar dan mutakhir, tapi kenyataannya mereka hanya ingin mengalihkan pekerjaan itu ke luar negeri,” katanya.
Pengurangan ini menunjukkan pergeseran besar dalam cara perusahaan mengelola konten. Dengan meningkatnya penggunaan AI, perusahaan berusaha mengoptimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi. Namun, hal ini juga memicu diskusi tentang dampak terhadap karyawan dan kualitas moderasi konten.