
9 Jenis Penipuan Umum di Indonesia, Semakin Canggih!
Jenis Penipuan yang Sering Terjadi di Indonesia
Kasus penipuan dan kejahatan daring semakin meningkat di Indonesia, menjadikan negara ini sebagai salah satu yang paling terdampak di kawasan Asia Tenggara. Data dari Indonesia Anti Scam Center (IASC) menunjukkan bahwa hingga 17 Agustus 2025, telah tercatat sebanyak 225.281 kasus penipuan dengan total kerugian mencapai Rp 4,6 triliun. Penipuan tidak hanya mengancam keuangan, tetapi juga dapat merusak kepercayaan, martabat, dan kesempatan seseorang.
Berikut adalah beberapa jenis penipuan yang sering terjadi di Indonesia:
1. Pesan Phishing
Phishing adalah modus penipuan yang paling umum ditemui. Biasanya berupa email, SMS, atau pesan di aplikasi chat yang tampak resmi. Penipu menyamar sebagai bank, perusahaan besar, atau layanan populer untuk meminta data sensitif seperti password, nomor kartu kredit, atau kode OTP. Pesan ini sering disertai tautan palsu yang mengarahkan korban ke situs tiruan. Banyak orang tertipu karena pesan ini sangat meyakinkan, bahkan menggunakan logo resmi perusahaan.
2. Platform Investasi Palsu
Penipuan investasi palsu menawarkan iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat. Platform ini dirancang agar terlihat profesional, lengkap dengan website dan testimoni palsu. Namun, pada kenyataannya, platform ini hanya skema untuk mengumpulkan dana dari korban. Setelah dana terkumpul, penipu menghilang tanpa jejak.
3. Aplikasi Pinjaman Online Tanpa Izin
Aplikasi pinjaman online ilegal sering kali tidak terdaftar di OJK, tetapi menawarkan pinjaman mudah hanya dengan KTP. Proses pencairan cepat membuat banyak orang tergoda tanpa menyadari risiko. Bunga dan biaya administrasi yang tinggi sering kali menjadi masalah. Selain itu, penagihan bisa disertai ancaman atau pelecehan.
4. Social Engineering
Social engineering adalah teknik penipuan yang memanipulasi psikologis korban. Modus ini dilakukan dengan berpura-pura menjadi pihak berwenang atau orang yang dipercaya. Contohnya, penipu menyamar sebagai petugas bank atau anggota keluarga. Dengan komunikasi persuasif, korban bisa memberikan informasi pribadi atau akses akun digital.
5. Account Takeover
Account takeover (ATO) adalah kejahatan digital di mana penipu mengambil alih akun korban melalui pencurian data login. Akun yang jadi sasaran bisa berupa media sosial, email, atau akun perbankan. Setelah berhasil masuk, penipu sering menggunakan akun tersebut untuk menipu orang lain atau mencuri uang.
6. Penipuan Jual Beli Online
Belanja online memudahkan, tetapi juga membuka peluang penipuan. Kasus paling umum adalah ketika penjual menerima pembayaran tetapi tidak mengirimkan barang, atau barang yang diterima tidak sesuai deskripsi. Ada juga modus pembeli palsu yang berpura-pura transfer lebih lalu meminta korban mengembalikan kelebihan dana.
7. SIM Swap Fraud
SIM swap fraud adalah penipuan di mana penipu mengambil alih nomor telepon korban dengan membuat kartu SIM baru. Setelah nomor berpindah tangan, penipu bisa menerima kode OTP dan mengakses akun digital korban. Hal ini sangat berbahaya karena hampir semua layanan digital menggunakan nomor telepon sebagai verifikasi utama.
8. Deepfake
Deepfake adalah teknologi manipulasi video atau suara yang membuat seseorang terlihat melakukan sesuatu padahal sebenarnya tidak. Penipu bisa menggunakan deepfake untuk menyamar sebagai figur publik atau kerabat korban. Bahaya dari deepfake bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga kerusakan reputasi.
9. QR Scam
QR scam atau penipuan menggunakan kode QR semakin marak. Penipu menempelkan kode QR palsu di tempat umum. Ketika dipindai, QR tersebut bisa mengarahkan ke situs palsu atau mencuri informasi keuangan. Selain itu, ada modus di mana korban diminta transfer melalui QRIS palsu yang sebenarnya masuk ke rekening penipu.
Dengan semakin canggihnya teknologi, masyarakat perlu lebih waspada terhadap modus penipuan yang semakin beragam. Penting untuk selalu memverifikasi informasi dan hanya menggunakan akun serta platform resmi. Dengan kesadaran yang tinggi, kita dapat melindungi diri dari ancaman penipuan digital.