Penyelidikan Kebocoran Data di Louis Vuitton Hong Kong
Otoritas privasi di Hong Kong sedang melakukan penyelidikan terhadap insiden kebocoran data yang memengaruhi sekitar 419.000 pelanggan Louis Vuitton. Insiden ini terjadi setelah beberapa serangan siber mengguncang pasar utama merek mewah tersebut dalam beberapa bulan terakhir.
Data yang bocor mencakup informasi seperti nama, nomor paspor, tanggal lahir, alamat, alamat email, nomor telepon, riwayat belanja, dan preferensi produk. Namun, pihak Louis Vuitton Hong Kong menegaskan bahwa data pembayaran pelanggan tidak ikut terdampak. Basis data yang terkena dampak tidak berisi informasi pembayaran apa pun.
Penyelidikan oleh Kantor Komisaris Privasi untuk Data Pribadi (PCPD) juga mencakup apakah ada keterlambatan dalam pelaporan insiden kepada otoritas terkait. Hingga saat ini, belum ada laporan atau keluhan resmi dari publik.
Kebocoran data ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, di Inggris dan Korea Selatan juga terjadi insiden serupa. Bahkan, Christian Dior Couture, merek lain di bawah naungan LVMH Moët Hennessy Louis Vuitton SE, mengalami pelanggaran data pada Mei lalu.
Dari hasil penelusuran, kantor pusat Louis Vuitton di Prancis mendeteksi aktivitas mencurigakan pada sistem komputernya pada 13 Juni. Pada 2 Juli, mereka menemukan bahwa pelanggan di Hong Kong ikut terdampak. Kantor cabang di Hong Kong diberi tahu di hari yang sama, namun laporan resmi baru dikirimkan ke otoritas setempat pada 17 Juli.
Pihak Louis Vuitton menyatakan bahwa mereka segera mengambil langkah mitigasi dengan dukungan tim keamanan siber dan sedang bekerja sama dengan regulator serta pelanggan terdampak untuk memperkuat perlindungan sistem mereka.
Sebelumnya, Louis Vuitton mengatakan ada pihak ketiga yang tidak berwenang telah mengakses sistem operasinya di Inggris, dan memperoleh data-data penting seperti nama, detail kontak, dan riwayat pembelian pelanggan. Meskipun tidak ada bukti bahwa data tersebut disalahgunakan hingga saat ini, potensi phising, penipuan, atau penggunaan informasi tanpa izin masih menjadi ancaman.
Merek tersebut sudah melaporkan ancaman siber ini pada otoritas terkait, termasuk Kantor Komisaris Informasi. Mereka juga sedang mengambil langkah-langkah untuk memperkuat keamanan sistemnya, serta menyatakan penyesalan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan pada pelanggan.
Bukan Kali Pertama
Menurut The Guardian, kejadian ini bukanlah yang pertama yang dialami grup LVMH dalam tiga bulan terakhir. Selain dua serangan siber yang menargetkan Louis Vuitton cabang Inggris dan Korea, label mode terbesar kedua LVMH, Christian Dior Couture, juga mengaku bahwa pada bulan Mei, peretas telah mengakses beberapa data pelanggan mereka.
Serangan-serangan digital yang dilancarkan pada sejumlah merek fashion memang sudah gencar dilakukan oleh para peretas selama beberapa bulan ini. Contoh lain selain yang dialami grup LVMH adalah rangkaian kasus yang menimpa Marks & Spencer (M&S), Co-op, dan Harrods.
M&S jadi korban pertama, diserang pada bulan April, bahkan memaksa penutupan toko online-nya selama hampir tujuh pekan. Serangan itu berlanjut pada Co-op di bulan yang sama, mereka terpaksa menutup sebagian sistem IT-nya. Sementara itu, Harrods jadi korban terakhir dari rangkaian kasus itu. Pada Kamis (01/05/25), mereka membatasi akses internet di seluruh situs webnya setelah menemukan adanya upaya mendapatkan akses tidak sah ke sistemnya.
Pelanggaran Data di Christian Dior
Pada Mei 2025 lalu, rumah mode asal Prancis Christian Dior mengonfirmasi telah terjadi pelanggaran keamanan data yang menyebabkan akses tidak sah ke sebagian informasi pelanggan mereka. Data yang bocor mencakup nama pelanggan, jenis kelamin, nomor telepon, email, alamat surat-menyurat, nominal pembelian, preferensi belanja, serta data lain yang dihimpun oleh perusahaan.
Namun, Dior menegaskan bahwa tidak ada informasi keuangan seperti detail rekening bank, nomor IBAN, maupun data kartu kredit yang ikut terdampak dalam insiden ini. Menurut keterangan layanan pelanggan Dior, pesan hanya dikirimkan kepada mereka yang datanya terbukti terpapar dalam kebocoran tersebut.
Perusahaan juga mengimbau para pelanggan di China agar tetap waspada terhadap pesan, panggilan, atau email mencurigakan dari sumber yang tidak dikenal. Dior juga mengingatkan agar pelanggan tidak membagikan kode verifikasi, kata sandi, atau informasi sensitif lainnya.
Saat dikonfirmasi, perwakilan Dior menyatakan bahwa perusahaan telah segera mengambil langkah mitigasi begitu pelanggaran diketahui. “Masalah ini masih dalam penyelidikan, dan saat ini belum ada informasi lebih lanjut yang dapat kami sampaikan,” ujar perwakilan tersebut.