
GITEX Asia 2025: Kekuatan Konsumen Korporasi dalam Mendongkrak 5G dan 6G
LidahTekno, SINGAPURA — Pengembangan teknologi jaringan di masa mendatang sangat bergantung pada seberapa cepat konsumen, khususnya dari sektor korporasi, menunjukkan minat pada teknologi yang sudah tersedia. Karena itu, percepatan adopsi dan pemanfaatan teknologi jaringan generasi kelima (5G) dan bahkan keenam (6G) menjadi sangat krusial.
Gambaran ini mencuat dalam salah satu sesi diskusi pada acara GITEX Asia 2025 x Ai Everything Singapore yang berlangsung di Marina Bay Sands, Singapura, Rabu (23/4/2025).
Singtel: Dari 5G Menuju 6G
CEO Layanan Digital Internasional Singtel, Anna Yip, menjelaskan bahwa perusahaannya telah menanamkan investasi besar di sektor 5G dan kini sudah mencapai tahap yang disebutnya sebagai 5G+.
“Singtel sangat berkomitmen untuk memastikan masyarakat bisa sepenuhnya memanfaatkan hasil investasi tersebut,” ujar Anna.
Menurut Anna, adopsi dari pihak konsumen sangat penting dalam mendorong revolusi jaringan ini, terutama di sektor perusahaan. “Saya rasa kita semua sepakat, proses ini dimulai dari pengadopsian oleh konsumen dan saat ini sudah berkembang pesat di Singapura. Namun, masih dibutuhkan peningkatan adopsi oleh perusahaan,” ujarnya.
Anna juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah memasuki fase awal pengembangan 6G. “Kami sedang mengembangkan proyek bersama mitra seperti SPT dari Korea Selatan, untuk menganalisis potensi riset dan pemanfaatan teknologi 6G,” jelasnya.
Selain itu, tim Singtel juga tengah mengeksplorasi penggunaan kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, dan berbagai teknologi mutakhir lainnya guna menciptakan aplikasi yang optimal bagi kebutuhan perusahaan.
“Tujuannya adalah memaksimalkan potensi teknologi sembari memperhatikan bagaimana 6G akan dijalankan dalam jangka menengah hingga panjang,” tuturnya.
Indosat: Ekosistem 5G Harus Siap
Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk. (ISAT), Vikram Sinha, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menilai bahwa tantangan utama dalam implementasi 5G bukan terletak pada kesiapan teknologi itu sendiri, melainkan kesiapan perusahaan pengguna.
“Yang jadi tantangan bukan kesiapan Anda, tapi kesiapan organisasi tempat Anda bekerja. Karena itu, kesiapan ini harus mencakup seluruh lapisan organisasi,” ujar Vikram.
Ia menyoroti dua hal penting terkait implementasi 5G. Pertama, AI akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar. Menurutnya, jika penyedia layanan mampu mengembangkan aplikasi waktu nyata (real-time), maka monetisasi AI akan lebih mudah dan bermanfaat bagi konsumen.
Kedua, ia menekankan bahwa biaya produksi data 5G di Indonesia kini lebih murah dibandingkan dengan 4G, yang memberi keuntungan kompetitif.
“Secara pribadi, saya optimistis, apalagi dengan dukungan AI,” ujarnya.
Vikram juga menegaskan bahwa operator telekomunikasi memiliki posisi strategis dalam pengembangan AI sekaligus menjaga kedaulatan teknologi. Sebagai bukti, dalam ajang Capital Market Day Agustus 2024, Indosat memaparkan visi besar mereka yang disebut North Star: menjadi penyedia layanan telekomunikasi yang didorong oleh AI.
“Untuk keberhasilan AI secara nasional, kondisi keuangan operator telekomunikasi juga harus sehat, karena mereka adalah fondasi dari adopsi teknologi ini oleh masyarakat maupun sektor bisnis,” katanya.
Lebih dari Sekadar Akses
Sementara itu, Chief Innovation Officer CelcomDigi, T. Kugan, menekankan bahwa masa depan jaringan bukan hanya soal akses, tetapi soal transformasi nyata melalui kolaborasi.
“Kita berada di era di mana transformasi digital tidak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi dan aliansi strategis adalah kunci untuk menciptakan nilai lebih bagi pelanggan dan bisnis,” ungkapnya.
Di Malaysia, lanjut Kugan, pemerintah telah menjadikan transformasi digital sebagai prioritas nasional. “Sebagai penyedia layanan terkemuka, CelcomDigi harus berada di garis depan dalam mewujudkan visi ini,” tegasnya.